Cerpen Matahari Diujung Senja

MATAHARI DIUJUNG SENJA


Embun pagi membasuh wajahku yang masih berbalut rasa kantuk. Walaupun begitu, aku tetap bangun dan melaksanakan kewajibanku.
Hari ini aku berencana untuk bertemu dengan seorang perempuan yang kuanggap sahabatku di danau kawah Galunggung. Aku sangat bersemangat. Tepat pukul 08.00 aku pergi menuju rumahnya yang kebetulan searah dengan jalan menuju ke danau. Aku melihat sesosok perempuan berpenampilan sederhana tengah duduk di bangku depan rumahnya.
“Sudah lama nungguku lan ?” tanyaku membuka percakapan.
“Oh belum ko yan, aku baru saja selesai menyiapkan segalanya. Yuk kita berangkat !” ajak Wulan dengan senyum manisnya. Kami pun berangkat menuju danau dengan menggunakan sepeda motor.
Sesampainya di danau, kami pun duduk berdampingan di pinggirnya. Aku sangat gugup. Aku ingin mengungkapkan perasaanku yang sudah terpendam selama satu tahun. Namun aku terlalu takut untuk mengungkapkan semuanya.
“Duh gimana ni, apakah aku harus bercerita tentang perasaanku atau tidak ?” gumamku. Namun suasana yang begitu damai nan tentram memberanikan diriku untuk mengungkapkan perasaanku.
“Lan, aku boleh bicara ?” tanyaku sambil malu.
“Boleh. Emang mau tanya apa yan ?” Wulan menjawab dengan penuh tanda tanya.
“Mmm....sebenarnya.........sebenarnya”
“Sebenarnya apa yan ? Kamu sakit ?” potong Wulan. Aku sangat kebingungan. Peluhku mengalir menganak sungai. Jantungku berdetak sangat kencang bagai genderang perang.
“Aku sebenarnya jatuh cinta padamu.”
“Apa, kamu cinta aku ?” tanya Wulan dengan tajam.
“Iya lan. Kamu mau ga nerima cintaku ?” tanyaku dengan sejuta harapan.
Setelah pertanyaanku tadi, suasana menjadi hening. Aku menatap Wulan yang tengah kaget sekaligus bingung yang terlihat jelas dari raut mukanya.
“Mmm sebenarnya aku juga sayang dan cinta padamu yan. Namun aku terlalu melu untuk mengungkapkan itu. Aku mau ko nerima cintamu.” Ungkap Wulan dengan senyuman yang manis. Sebuah pernyataan yang membuatku melayang diatas awan. Aku seakan-akan ingin bersorak tatkala kudengar ucapan Wulan. Namun aku menjaga sikapku dan hanya senyuman bahagia yang kuberikan padanya.
“Makasih ya lan.”
“Iya yan. Tapi kita harus tunda dulu hubungan kita. Aku ga mau kita tidak lulus UN hanya gara-gara kita pacaran. Aku harap kamu mengerti.” harap Wulan dengan senyuman yang terlukis di wajahnya.
“Iya lan, ga papa, aku juga ngerti ko.” ungkapku singkat.
Tiba-tiba handphone Wulan berbunyi. Dia pun bergegas mengangkat telpon yang ternyata itu adalah ayahnya.
“Iya pa.” Hanya itu yang keluar dari mulut Wulan. Dia pun menutup panggalan dari ayahnya dan menatap padaku.
“Yan kita pulang yu, sudah mau hujan !” pintanya.
“Oh iya lan.” Ungkapku sedikit kecewa. Sebenarnya aku ingin lebih lama bersamanya. Namun ayahnya sudah meminta Wulan untuk pulang. Kamu pun bergegas pulang. Namun hujan turun dengan cepat sehingga kami pulang hujan-hujanan.
Ketika di tengah perjalanan, pendanganku yang terganggu oleh air hujan melihat sorotan lampu yang menyilaukan bagaikan matahari. Tiba-tiba didepanku sudah ada sebuah mobil besar. Aku sudah berusaha menghindar. Namun jarak antara mobil tersebut denganku sudah sangat dekat. Brug !!! sebuah suara yang terakhir kudengar.
Ketika ku terbangun, aku sudah berada di sebuah kamar putih. Aku berbaring diatas kasur yang empuk.
“Sudah siuman de.” ungkap seseorang yang duduk disampingku.
“Iya. Ini dimana dan bapa siapa ?” tanyaku singkat.
“Ini di rumah sakit. Saya supir truk yang tadi bertabrakan dengan motor ade.” jelas supir itu. Tiba-tiba aku ingat sesuatu.
“Pa, Wulan mana ?” tanyaku sedikit panik.
“Maaf de, teman ade tidak bisa diselamatkan. Tadi bapa lihat dia menderita luka yang cukup parah. Bapa sudah berusaha membawa dia ke rumah sakit ini, namun dia meninggal di perjalanan.” Bapak supir menjelaskan semua.

Aku seperti di alam mimpi. Entah benar atau tidak. Orang yang sangat aku cintai yang tadi bersamaku sudah tidak ada di dunia ini. Aku menangis cukup keras. Namun setelah itu aku tak bisa melihat, merasakan, dan mendengar apapun. Pendanganku menjadi gelap dan anggota badanku tidak dapat kugerakkan.


EmoticonEmoticon